Rabu, 11 Januari 2012
Midnights Children
Terbitan pertama dalam bahasa Inggris tahun 1981.
Tokoh utama novel ini, Saleem Sinai, seorang anak yang ditukar. Namun tak seperti sinetron yang dimulai dengan anak yang ditukar, novel ini kaya muatan peristiwa sejarah aktual kemerdekaan India sampai dengan pecahnya India-Pakistan yang diramu dalam fiksi. Novel ini tiga kali berturut-turut memenangi penghargaan Booker Prize di Inggris. Saya membaca versi terjemahannya yang diterbitkan Serambi, tahun 2009. Novel ini cocok dengan selera saya, kaya dengan bumbu sejarah. Tak heran kalau novel ini menjadi rujukan sastra postkolonial. Hal baru yang saya dapat dari novel ini adalah istilah realisme magis.
versi terjemahan.
Mari memulai dengan dua kata kunci, sastra postkolonial dan realisme magis.
Sastra postkolonial adalah tulisan-tulisan sastra yang menceritakan mengenai wacana kolonial, terkait dengan isu-isu de-kolonisasi atau kemerdekaan politik dan budaya masyarakat yang sebelumnya tunduk pada pemerintahan kolonial. Literatur Postkolonial juga bercerita, bagaimana pengaruh kolonial tetap melekat dan dilestarikan oleh masyarakat yang sebelumnya menjadi objek kolonialisasi.
Realisme Magis adalah gaya penulisan dimana di mana unsur-unsur magis dijadikan satu dengan dunia nyata. Cerita menjelaskan unsur-unsur magis sebagai kejadian nyata, disajikan dengan cara sederhana yangmenempatkan "nyata" dan "fantastis" dalam aliran pemikiran yang sama.
Awal mula konflik yang diciptakan Rushdie khas postkolonial, soal Identitas kebangsaan Klan Sinai. Dengan latar perjuangan kemerdekaan India, bagaimana seorang Aadam Sinai, kakek Salim, Dokter berpendidikan Eropa, berasal dari Kashmir. Sebuah kontradiksi, karena sampai saat ini Kashmir masih menjadi bagian dari India, namun orang-orangnya tak pernah merasa sebagai bangsa India. Kemudian konflik dalam diri Salim sebagai anak yang ditukar. Ia yang sebenarnya anak seorang Hindu miskin, karena ditukar, menjadi anak seorang Muslim yang kaya. Sampai pada keterlibatan keluarga Sinai dalam konflik antara faksi Muslim dan Hindu pasca kemerdekaan India yang melahirkan Pakistan. Konflik dalam keluarga Sinai menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah India-Pakistan.
Pembacaan saya mengenai demokrasi dalam novel ini, diceritakan melalui konferensi tengah malam yang dimoderatori oleh Salim Sinai. Anak-anak ini berdebat mengenai masa depan bangsa India. Anak-anak tengah malam inilah yang menjadi judul novel. Anak-anak tengah malam adalah anak-anak yang terlahir pada tengah malam menjelang kemerdekaan India, digambarkan memiliki kemampuan supranatural (disinilah gaya realisme magis dimainkan oleh Salman Rushdie).
Novel ini bisa jadi membosankan untuk orang yang tak memiliki sedikit pengetahuan mengenai sejarah India, apalagi membacanya dalam versi yang sudah dialihbahasakan. Banyak istilah dalam bahasa India yang tak dijelaskan dalam catatan kaki. Namun sungguh saya katakan, novel ini bagus dan layak dibaca. Bahkan jauh lebih bagus dari novel-novel motivasional yang laris (menurut saya). Sekian dari saya, pendek saja -susah nulis panjang-, semoga berguna (paling tidak untuk saya :p).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
4 komentar:
Kalo aku yang baca, pasti pusing setengah mati. Kelihatannya serius sekali. Tapi aku pernah baca (dan suka) Burung-Burung Manyar-nya Romo Mangun. Di situ tokoh Tito juga mengalami dualisme identitas karena bapaknya londo dan dia pernah bergabung dengan KNIL, padahal yang dicintainya gadis Jawa. Mirip nggak sih?
Dualisme identitas Tito dalam Burung-burung Manyar-nya Romo Mangun berhenti sampai di situ Beb. Sedangkan identitas Salim lebih kompleks, dari anak yang ditukar, hidup di keluarga yang penuh konflik, kelainan fisik, terbuang dari keluarganya, menyeberang ke Pakistan dan menjadi tentara di sana untuk berkonflik dengan india, sampai pernah hilang ingatan, kembali lagi ke India dan dikebiri. Soal cintanya pun lebih kompleks, ia menyukai adiknya Jamila (walaupun bukan saudara kandung). Kemudian Parvati, teman masa kecilnya di Anak-anak tengah malam, sampai pada Padma, pekerja di Pabrik Acar.
Ruwet kan...
Raam Punjabi mau nggak bikin ini jadi film? CSR gitu..
filmnya sudah dibikin kok, katanya rilis akhir tahun ini. Raam Punjabi lagi ngurusin casting tiang sama pohon dari TIM. Ga sempat mikir film ginian.
Posting Komentar