Minggu, 16 November 2008

Melacak Jejak Subordinasi Wanita

Oleh: Aulia Latif


Wanita dikisahkan diciptakan dari tulang rusuk lelaki. Artinya ia ada setelah laki-laki, ia selalu menjadi yang kedua sejak sejarah penciptaan diyakini. Lalu, tentang dilemparkannya manusia ke dunia juga karena salah wanita. Adam dan Hawa, sepasang manusia yang masih menjadi mahluk surga turun pangkat menjadi mahluk dunia karena Hawa memakan buah larangan. Demikian pula dalam mitologi Yunani tentang kisah kotak pandora yang dibuka oleh seorang wanita membawa malapetaka, wabah penyakit dan semua derita di dunia. Setelah diciptakan sebagai yang ke 2 kemudian wanita menjadi masalah bagi dunia. Demikian mitos tentang wanita sebagai mahluk kedua.

Dalam sejarah modern indonesia kita mengenal Kartini, sebagai sosok wanita jawa yang cerdas namun tertindas oleh budaya. Ia dipaksa menikah dengan bupati Rembang, budaya memaksanya hanya untuk menjadi 'kanca wingking'. Pikirannya yang progresif revolusioner di jamannya terekam dalam surat-suratnya yang dibukukan menjadi buku "habis gelap terbitlah terang". Ia bercita-cita memperjuangkan emansipasi, singkatnya persamaan hak. Pada masanya adalah hak untuk menentukan pilihan. Sekolah wanita yang dibuatnya merupakan bentuk resistensi terhadap subordinasi wanita.

Dunia kita saat ini dominasi patriarki sangatlah terasa. Perspektif keilmuan modern yang diderivasikan dari tradisi eropa secara implisit menyebut bahwa manusia hanyalah Laki-laki berkulit putih, beragama kristen dan berpendidikan modern. Diluar kategori itu hanyalah kurang manusia dan belum manusia sepenuhnya. Posisi wanita di tradisi eropa sekalipun masih sub ordinat. Bahkan secara satir, Jacques Lacan seorang filsuf-psikoanalis postrukturalis Perancis menyebut bahwa wanita itu tidak ada. Kuasa patriarkal dalam mendefinisikan dan memposisikan wanita hanya sebagai objek menjadi dasar pemikiran dari pernyataannya. Perlu diingat mendefinisikan berarti menguasai.

Era kontemporer semakin mempertegas posisi wanita sebagai yang subordinat dalam peradaban manusia. Tentunya semua pernah mendengar mengenai 3 masalah dunia yakni : harta, tahta dan wanita. Wanita menjadi masalah dunia. Ini menegaskan dunia adalah milik laki-laki. Agama juga tidak ketinggalan mendefinisikan wanita. Semua kitab suci agama samawi punya ayat-ayat seringkali ditafsirkan oleh laki-laki (karena menjadi imam?) mensubordinasikan wanita. Dalam islam hak poligami yang dimiliki laki-laki menegaskan dominasi patriarki. Baru-baru ini malah negara (lewat RUU pornografi) juga ikut-ikut untuk mensubordinasikan wanita sebagai penyebab kerusakan moral.

Kapitalisme juga tidak tanggung-tanggung dalam mengeksploitasi wanita. Industri kecantikan hingga hiburan berlomba mengukuhkan dominasi patriarki. Hampir seluruh tayangan iklan selalu memakai model wanita untuk menarik konsumen. Iklan produk perawatan tubuh wanita yang mendominasi televisi, selalu menawarkan citra kekaguman laki-laki atas wanita jika menggunakan produknya. Ini menunjukkan bahwa penghargaan atas wanita ditentukan oleh laki-laki. Lagi-lagi dominasi patriarki yang mereduksi posisi wanita sebagai manusia utuh.

Belenggu partiarki menjadikan tubuh dan pikiran wanita tidak pernah menjadi milik mereka sendiri dan penindasan itu bisa terjadi melalui agama, ideologi dan industri.

Selalu ada harapan, seperti dalam mitos dilemparkannya adam dan hawa. Mereka masih punya kesempatan untuk kembali ke surga. Dipertegas dalam doktrin agama, surga ada dibawah telapak kaki ibu. Dan, sampai saat ini semua ibu dari seorang anak adalah wanita. Demikian juga dengan Kotak Pandora, yang terakhir kali keluar adalah harapan. Seperti relief di Candi Sukuh dilereng Gunung Lawu menunjukkan simbol Yoni (kelamin wanita) yang menghadap ke Timur. Simbol ini bermakna harapan baru selalu muncul dari wanita, Timur adalah arah terbitnya matahari perumpamaan masa depan. Mendefinisikan adalah menguasai, maka berdayalah para wanita untuk menguasai dan mereproduksi wacana tentang dirinya.

Mesin Pencari