Minggu, 06 April 2014

Pemilu di Melbourne

Kemarin, 5 April 2014 warga negara Indonesia di Melbourne memberikan hak pilihnya di pemilu legislatif. Pemilih di luar negeri hanya memilih calon legislator dari Daerah Pemilihan II DKI Jakarta.
Berikut saya tampilkan suasananya dalam gambar.

 Suasana saat pencoblosan di Konsulat Jendral RI yang beralamat di 72 Queens Road Melbourne Victoria 3004.
Panitia Pemilihan bersiap di TPS 
 Antri memberikan suara sembari bersosialisasi
 Surat Suara
Seorang yang telah menentukan pilihannya


Semoga tahun 2014 ini akan ada perubahan lebih baik untuk RI, legislator yang jujur dan memperjuangkan kepentingan rakyat.

Jumat, 04 April 2014

Fasisme dan New born something…


“Fasis yang baik adalah fasis yang mati” (Homicide).

Kalau anda suka music hiphop indie, mungkin pernah dengar nama Homicide rapper dari Bandung. Mengenang masa kuliah sarjana dulu, saya jadi ingat petikan lirik lagu itu -judulnya “Puritan”. Definisi bebas dari fasisme kurang lebih seperti ini: gerakan radikal dengan basis ideologi politik otoriter bertujuan untuk mengatur nilai, sistem politik dan ekonomi suatu bangsa menurut perspektifnya.

Menyoal fasisme, tentu yang paling fenomenal dan terkenal adalah Nazi Jerman dengan tokohnya Adolf Hitler. Jutaan manusia dibantai di Eropa karena ide soal pemurnian ras Arya yang diikuti pengikutnya dengan takzim.  Contoh fasis lain ada juga di Eropa, sebut Musollini di Italia atau Jepang semasa Perang Dunia II dengan jargon menjadi saudara tua bangsa-bangsa Asia. Demikian pula Soviet semasa dipimpin Stalin. Era Nazi, Musollini, Stalin sudah lewat, tapi apakah fasisme juga hilang. Ternyata tidak. Tren fasisme lama menjangkiti ideologi Negara, yang terbaru menjangkiti agama. Kalau negara terbatasi wilayah dan bangsa, bagaimana kalau ini menjangkit pada agama. Potensi daya rusaknya pada kemanusiaan tentu tak kalah dahsyat.

Taliban di Afganistan dan Pakistan adalah fasis berbasis ideologi agama yang menempuh jalur kekerasan. Soal korban terbarunya yang paling fenomenal adalah Malala Yousafzai yang ditembak kepalanya karena dianggap melawan dengan menuliskan pemikirannya tentang pendidikan untuk perempuan diblog. Usai ditembak ia dirawat di Inggris dan meneruskan pendidikannya di sana sembari menjadi ikon perlawanan terhadap Taliban. Taliban adalah contoh ekstrem, masih ada yang lain sebutlah: Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Mereka tak seradikal Taliban, tapi soal ke-fasis-an, tak kalah fasih.

Lalu apa hubungannya dengan New born something… di Indonesia.

Kalau anda pernah jadi mahasiswa baru, tentu tahu betapa agresifnya rohis menggaet anggota. Siapa di belakang rohis ini, pilihannya hanya 2: kalau bukan HTI berarti PKS (lewat KAMMI sayap politiknya di mahasiswa). Sasaran utamanya adalah kampus-kampus negeri yang bukan UIN (Universitas Islam Negeri). Mengapa demikian? Karena mahasiswa baru di kampus-kampus tersebut lebih mudah diajak dalam kegiatan “keagamaan” karena rata-rata dari mereka adalah jebolan sekolah sekuler. UIN secara tradisional menjadi tujuan anak-anak dengan basis pendidikan keagamaan (Madrasah Aliyah/Pesantren). Sebagai mahasiswa baru, pencarian identitas adalah soal penting. Agama adalah salah satu jalan penemuan identitas yang banyak terlewat semasa sekolah. Sebagai contoh, berapa banyak perempuan beragama islam yang kemudian berjilbab saat kuliah. Ini jadi peluang rekruitmen, lewat jalan mengenalkan kembali agama “yang benar” pada mahasiswa baru.

Eureka, kata Archimedes usai menemukan hukum kesetimbangan volume. Eureka berarti “aku menemukannya”, sebuah ungkapan atas pencerahan pemikiran. Sebentuk euforia. Inilah yang jadi kekuatan dalam kaderisasi fasis  agama di kampus-kampus. Melalui doktrin mereka mengubah pandangan awam menjadi seorang penemu yang tercerahkan. Ini yang saya katakan sebagai new born… Dan, semua new born… rata-rata merasa sudah mempunyai kebenaran sejati atas apa yang baru ditemukannya. Seperti keluar dari zaman kegelapan menuju kesempurnaan. Felix Siaw boleh jadi adalah contoh yang ideal. Ia yang sebelumnya mualaf tionghoa, kini menjadi salah satu marketing utama HTI di Indonesia. Ini kasus untuk new born moslem, pada kasus lain pada agama dan ideologi apapun gejalanya sama.

Di alam demokrasi, semua orang bebas punya ideologi atau pemikiran apapun. Namun ada ironi di sini, soal fasisme. Mereka anti demokrasi, namun mereka hanya bisa hidup dan berkembang di negara demokrasi. Hizbut Tahrir berpusat di Inggris dan punya cabang di Indonesia. PKS sebagai cabang dari Ikhwanul Muslimin Mesir, menjadi partai politik di Indonesia. Seperti fasis pada umumnya mereka selalu membawa isu kesamaan, dalam fasisme agama tentu yang ingin dibangun adalah imaji kejayaan di masa lampau tentang kejayaan khilafah. Walau mereka berada di Indonesia, isu yang terus menerus menjadi bahan bakar utamanya adalah Palestina. Mudah sekali kita menemukan bendera Palestina saat berdemo sebagai atributnya, baik dikibarkan atau menempel dipakaianya. Bukannya abai terhadap persoalan Palestina, jelas ada pelanggaran hak asasi manusia di sana. Ada kejahatan kemanusiaan, tak bisa kita pungkiri. Namun, isu yang mereka angkat bukan itu, tetapi “umat Islam yang di bantai”dan “Islam dilecehkan”. Walau mereka di Indonesia, jarang sekali mereka rajin mengangkat isu soal pendidikan, kemiskinan atau lapangan pekerjaan yang tentunya juga permasalahan umat Islam. Terang kalau, fasisme selalu  memanfaatkan kondisi psikologis seperti : frustasi, kemarahan dan perasaan tak aman. Untuk fasisme agama tentu jawaban untuk keresahan-keresahan ini adalah doktrin kelompok mereka dengan ornamen agama yang sempurna.

Persoalan maraknya kelompok fasis ini adalah disintegrasi. Dengan memanfaatkan frase “Umat Islam” mereka menjadi teror (minimal psikis) untuk kelompok-kelompok minoritas. Mereka menginginkan kesamaan yang selain mereka adalah salah, dan seringkali disebut musuh.
Kalau fasisme model ini menjangkiti anak-anak muda kuliahan secara masif mungkin tak lama lagi Indonesia akan berubah nama Indonistan mungkin. Menengok sejarah, Islam tak masuk ke nusantara dengan prasangka kebencian. Pendekatan kultural agama menjadi obat yang manjur melawan laju radikalisasi fasis jenis ini.


(Melbourne, 4/4/2014)

Mesin Pencari