Senin, 31 Januari 2011

Gumam Revolusi


Revolusi serupa hantu lama yang memburu kebaruan. Dibangkitkan oleh bau roti dan langkah gontai penganggur, dan bisik-bisik angin tentang orang hilang. Dibakar api tungku yang rindu. Dimulai pesta amuk yang dimulai ditandai tercecernya darah dan robohnya tubuh-tubuh martir. Penguasa lama yang goyah mulai mencari suaka.Ekonomi terhenti. Penjara bobol,tahanan lari. Museum dijarah. Kaum bersenjata bertopi baja berbintang di pundak mengambil posisi sempurna. Oposisi yang bungkam mulai cerewet. Sebentar lagi kuasa dipegang dewan sementara. Harapan ada, rencananya ada pemilu berikutnya, kontes mencari penguasa. Masa krisis menjadi berita utama semua media bicara. Banyak sekali pemainnya, siapa sutradaranya, skenario biasa ditulis setelah akhir opera.

Sabtu, 22 Januari 2011

Sedikit Tentang "Torture" Puisi Wislawa Szymborska

Di bawah ini adalah puisi Wislawa Szymborska yang judulnya "torture". Saya amat menyukainya, permainan bahasanya sungguh menarik, masih terasa walau sudah dialihbahasakan. Bahasa aslinya adalah Polandia, dialih bahasakan menjadi bahasa Inggris. Berikut puisinya:

Torture by Wislawa Szymborska

Nothing has changed.
The body is susceptible to pain,
it must eat and breathe air and sleep,
it has thin skin and blood right underneath,
an adequate stock of teeth and nails,
its bones are breakable, its joints are stretchable.
In tortures all this is taken into account.

Nothing has changed.
The body shudders as it shuddered
before the founding of Rome and after,
in the twentieth century before and after Christ.
Tortures are as they were, it's just the earth that's grown smaller,
and whatever happens seems right on the other side of the wall.

Nothing has changed. It's just that there are more people,
besides the old offenses new ones have appeared,
real, imaginary, temporary, and none,
but the howl with which the body responds to them,
was, is and ever will be a howl of innocence
according to the time-honored scale and tonality.

Nothing has changed. Maybe just the manners, ceremonies, dances.
Yet the movement of the hands in protecting the head is the same.
The body writhes, jerks and tries to pull away,
its legs give out, it falls, the knees fly up,
it turns blue, swells, salivates and bleeds.

Nothing has changed. Except for the course of boundaries,
the line of forests, coasts, deserts and glaciers.
Amid these landscapes traipses the soul,
disappears, comes back, draws nearer, moves away,
alien to itself, elusive, at times certain, at others uncertain of its own existence,
while the body is and is and is
and has no place of its own.


Frase pengikat dalam puisi ini adalah "Nothing has changed" dan "body". Kedua kata tersebut ada di semua bait dan membuat tiap baitnya menjadi sebuah rangkaian. Dan, yang menarik puisi ini membahas soal tubuh. Bicara soal tubuh adalah soal eksistensi. Tubuh adalah penanda kehadiran. Dalam skema paling umum dari eksistensialisme, eksistensi mendahului esensi. Ke-aku-an manusia, mulai dilihat dari tubuhnya.
Setiap bait puisi ini selalu menyebut tubuh untuk sebuah eksisten yang tak berubah (Nothing has changed). Namun bersamaan dengan eksisten yang tak berubah, eksistensi sendiri adalah sebuah usaha tak pernah selesai. Bait terakhir "while the body is and is and is"; "and has no place of its own." menunjukkan usaha dan kondisi yang membuat eksisten itu dinamis. Singkatnya yang ingin dikatakan puisi ini tentang tubuh adalah soal eksistensi: perubahan yang tidak pernah berubah.

Mesin Pencari